Langsung ke konten utama

Meresponi Panggilan Allah

Bumi masih terus berputar dan segala aktivitas manusia terus berjalan di dalamnya. Seiring dengan berjalannya waktu, berbagai peristiwa dan kejadian mewarnai kehidupan manusia. Tidak jarang masalah meletup dan menimbulkan kekecewaan serta kepedihan di hati. Dunia menjadi semakin rusak oleh kekejaman. Dunia yang diharapkan Tuhan penuh dengan keindahan dan kedamaian ternyata hal itu semakin sirna. Namun Tuhan tidak tinggal diam. Ia mempunyai misi untuk menyelamatkan dunia. Ia ingin menunjukkan kasih-Nya dan memberi damai serta sukacita kepada manusia. Untuk itu, Ia memerlukan mitra untuk mewujudkannya. Tuhan memanggil anak-anak-Nya untuk dipakai sebagai alat-Nya dalam mencapai tujuan mulia tersebut. Bagaimana tanggapan manusia terhadap panggilan Allah ?

Meresponi panggilan Allah

Ketika Allah mengutus Musa untuk membawa bangsa Israel keluar dari Mesir menuju Tanah Perjanjian Kanaan, Musa tidak langsung menerima tawaran Allah. Dengan berbagai dalih ia mengelak perintah-Nya, saat itu ia hanya fokus pada keterbatasan dirinya dan mencoba mengalihkan pilihan Allah kepada orang lain. Tetapi setelah mukjizat-mukjizat diberikan Allah kepadanya, iman Musa timbul dan ia yakin bahwa memang dirinyalah yang diutus  Allah. Ia pun mulai bergerak menjalankan misi Allah untuk membebaskan bangsa Israel dan menyerahkan hidupnya untuk dipakai oleh Tuhan.

Sebagian orang dengan semangat berapi-api meresponi panggilan Allah bagi dirinya, tetapi ada juga sebagian orang  yang ragu-ragu, mengulur-ulurkan waktu, bahkan ada yang menolak perintah Allah. Ada orang yang mau menerima tugas dari Allah tanpa syarat, tetapi ada juga yang percaya setelah ada tanda atau mukjizat terlebih dahulu. Semakin besar iman seseorang, semakin mudah ia meresponi perintah Allah secara positif. Dengan iman seseorang percaya bahwa ia akan ditolong oleh Allah ketika menjalani tugas yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membiarkan manusia berjalan sendiri, ia memperlengkapi manusia untuk menjalankan tugasnya.

Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala gembala dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, (Efesus 4:11-13)

Semua orang dapat dipakai Allah

Tuhan tidak memandang keterbatasan seseorang untuk  dipilih menjadi alat-Nya. Tuhan tidak mencari seseorang yang sempurna, yang suci, yang pandai, dan sebagainya. Lihat saja Musa, ia adalah orang yang sulit untuk berbicara (Keluaran 4:10), tetapi Tuhan memakainya untuk menyampaikan Firman-Nya kepada bangsa Israel.

Bahkan, orang  yang sedemikian jahatnya dapat dipakai  Allah sebagai alat-Nya. Lihat, bagaimana Paulus yang pada mulanya menentang  Yesus, dan mengancam ingin membunuh murid-murid–Nya akhirnya menyerah di kaki Tuhan. Hal itu terjadi setelah Paulus melalui peristiwa dahsyat dimana Tuhan datang menghampiri dengan cahaya yang memancar dari langit mengelilingi dirinya. Sejak peristiwa itu, sikap Paulus pun berubah 180 derajad, kemudian ia menjadi pengikut Kristus, bahkan mengabdikan seluruh hidupnya bagi Tuhan. Seperti yang dikatakannya dalam Filipi 1:21 : “ Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.”

Semua orang dapat dipakai Allah. Keterbatasan, baik secara fisik maupun kemampuan, dan dosa masa lalu sekelam apa pun seharusnya tidak menjadi penghalang bagi seseorang untuk bersedia dipakai oleh Allah. Sebaiknya terus memperbaiki diri dan ikut serta dalam melayani Tuhan.

Dengan ketulusan

Demikian juga, kegagalan atau penderitaan yang dialami seseorang terkadang sering membuat orang tidak mengerti rencana Allah. Padahal, ada juga penderitaan yang sebenarnya merupakan bagian dari jalan Tuhan untuk membawa seseorang mencapai rencana-Nya yang indah. Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir. (pengkhotbah 3:11).

Begitu pula yang terjadi ketika Yusuf dijual oleh saudara-saudaranya sebagai budak. Yusuf tidak memberontak, atau dendam kepada saudara-saudaranya. Ia tetap menjalani masa-masa sulit itu dengan tetap menjaga sikapnya dan bersandar kepada Tuhan. Kejadian yang pada awalnya kelihatan merupakan masalah, ternyata melalui jalan yang “tidak enak” itu, Yusuf bisa menjadi penguasa dan dekat dengan keluarga raja. Bahkan akhirnya ia dipakai Allah untuk membantu keluarganya dari masalah kelaparan yang melanda negrinya.

Masalah, kesulitan, dan tantangan akan tetap terjadi dalam hidup seseorang yang menyerahkan hidupnya bagi Tuhan. Oleh sebab itu kekuatan dan ketulusan hati berperan penting, agar seseorang tetap berada dalam koridor rencana Allah.

Seperti halnya dengan Maria yang dipakai Allah untuk melahirkan Yesus  ke dunia ini. Sebagai bagian dari misi Allah, ia harus menanggung beban moril, karena harus mengandung ketika ia masih perawan. Tentu tidak mudah menyampaikan hal ini kepada Yusuf sebagai tunangannya maupun kepada keluarganya. Belum lagi pergunjingan orang-orang yang berada di sekitarnya mengenai kehamilannya itu, tentu masa-masa itu merupakan masa yang yang penuh dengan kesedihan. Tetapi Maria dengan ketabahan dan  ketulusan menerima dirinya dipakai oleh Tuhan.Tanggung jawab apa pun yang diberikan Allah kepada seseorang, harus dilakukan dengan ketulusan dan sepenuh hati.

Demikian juga, orang-orang yang mengabdikan dirinya dengan menjaga dan merawat anak-anak di panti asuhan merupakan salah bentuk pelayanan. Meskipun mereka merawat anak-anak orang lain, tetapi mereka melakukannya seperti merawat anaknya sendiri dengan penuh kasih.  Biasanya anak-anak di panti asuhan berasal dari beragam latar belakang yang berbeda, bahkan ada yang pernah “terbuang” dan mengalami penolakan oleh keluarganya. Dengan demikian perilaku mereka tidak seperti anak-anak umumnya dan cara pendekatan kepada mereka pun perlu kiat khusus. Tentu itu bukanlah hal yang mudah. Perlu kesabaran yang lebih, pengalaman, dan jiwa sosial yang tinggi untuk menghadapi mereka. Hanya orang-orang yang dipanggil oleh Allah yang bisa dengan tulus menerima tanggung-jawab tersebut.

Di ladang mana Tuhan tempatkan?

Setiap orang memiliki tugasnya masing-masing dari Tuhan. Tidak hanya seorang pekerja sosial, apa pun profesi seseorang, baik sebagai guru, karyawan, buruh, seniman, atau penyapu jalan sekalipun, ia memiliki panggilan sebagai kepanjangan tangan Allah. Seseorang yang menyerahkan hidupnya bagi Tuhan, akan melakukan pekerjaannya dengan tanggung jawab, rajin, penuh kreativitas, dan terus menggali pengetahuannya, sehingga menghasilkan karya yang dapat menjadi berkat bagi orang lain.

Seseorang akan menikmati pekerjaannya dan lebih mudah mengembangkan kemampuannya, jika ia bekerja berdasarkan bakat yang dimilikinya. Tuhan sudah mengaruniakan talenta kepada setiap orang. Talenta itu harus dikembangkan untuk hormat dan kemuliaan nama-Nya.

Banyak kesempatan yang diberikan gereja dalam kegiatan  pelayanan sesuai dengan bakat seseorang, Baik sebagai  singer, song leader, pemain musik, pemain tamborine, penulis, maupun sebagai pembicara. Ada juga pelayanan yang lebih menekankan pada sentuhan kasih secara langsung misalnya tim visitasi dan konselor.

Ketika menjalani tugas pelayanan di gereja, seseorang yang benar-benar melakukannya bagi Tuhan akan melakukannya dengan sungguh-sungguh, dengan hati yang berfokus kepada Tuhan dan memberikan yang terbaik yang ada dalam dirinya, tidak sekedar asal-asalan. Karena apa yang dilakukannya bukan untuk manusia semata, tetapi untuk Tuhan. Nama baik Tuhanlah  yang dipertaruhkan

Bentuk Pelayanan apa yang terbaik bagi seseorang? Orang tersebut sendiri yang tahu apa panggilan Allah bagi dirinya. Yang terpenting, apapun bentuk pelayanan itu, harus dilakukan dengan tulus  dan yang dengan rela menjalankan pelayanannya seperti orang-orang yang melayani Tuhan dan bukan manusia. (Efesus 6:7)

 Memiliki karakter Kristus

Melayani Tuhan tidak harus menjadi Penginjil dan tidak harus menjalani pendidikan di Sekolah Theologia. Apa pun profesi seseorang, anak Tuhan merupakan Penginjil juga. Di mana pun ia berada, ia memiliki misi untuk membawa seseorang mengenal kasih Kristus. Ia bisa menjadi teladan dengan sikapnya  yang baik, bekerja dengan giat  dan ramah, sehingga nama Tuhan dimuliakan.

Begitu juga dalam kehidupan anak-anak Tuhan dalam keseharian. Karakter Kristus harus terpancar dalam kehidupannya. Seseorang yang menyerahkan hidupnya bagi Tuhan memiliki sifat-sifat rendah hati, tidak mementingkan diri sendiri, mau menolong, dan sebagainya. Orang akan memandang anak-anak Tuhan merupakan gambaran dari sikap Kristus. Sangat miris apabila ternyata sikapnya bertentangan dengan Firman Tuhan.

Bagaimana seseorang mau menyerahkan hidupnya bagi Tuhan ? Pandanglah salib Tuhan, dimana Tuhan sudah menyerahkan hidup-Nya bagi seluruh umat manusia. Ia sudah memberikan teladan yang sempurna. Memberikan pengorbanan dengan kasih-Nya. Apa pun yang manusia berikan kepada Allah, tidak seberapa dibandingkan dengan kasih Tuhan yang teramat mulia.

Allah ingin manusia terus menerus memperbaharui hatinya untuk dibentuk oleh Allah, sehingga dari hari ke hari ia memiliki karakter yang semakin serupa dengan Kristus. Orang yang memberikan hidupnya bagi Tuhan,memiliki  hati, jiwa, dan pikiran yang  berpusat kepada Allah serta di setiap nafasnya ada pujian bagi kemuliaan Allah.

Mempersembahkan hidup bagi Tuhan akan menyenangkan hati Allah, memberi berkat bagi sesama, dan membuat hati menjadi damai sejahtera. Apakah itu juga menjadi kerinduan Anda ?